Selasa, 22 Juli 2025

Dari Tanah ke Tangan: Gerabah Tua yang Bercerita


Sumber: Temuan fragmen gerabah Keputren, berita KRJogja (2023)

Tujuan: Mengenalkan warisan budaya melalui benda sederhana, memberi kehidupan pada peninggalan masa lalu

🏺 “Aku hanyalah sebuah gerabah tua…”

Namaku tidak tertulis. Bentukku tak utuh.
Tapi aku ingat—dulu aku indah. Badanku dibentuk tangan-tangan terampil. Diperhalus, diputar di atas papan kayu bundar, lalu dijemur di bawah matahari kerajaan.

> “Aku lahir dari tanah. Tapi aku membawa kisah manusia.”



Aku dibuat di masa ketika Kerajaan Majapahit sudah memudar, dan kerajaan baru mulai bersinar di Mataram Islam. Waktu itu, Pleret sedang bersolek. Istana sedang tumbuh. Keputren—tempat para putri—ramai dengan tawa dan bau bunga.

Dan di sanalah aku tinggal.


---

🏯 Hidup di Keputren

Setiap pagi, tangan halus membasuhku dengan air bunga. Aku bukan gerabah biasa. Aku tempat kembang setaman bagi putri keraton.

Putri suka berbicara sendiri saat memetik bunga. Ia menyanyikan lagu yang sama setiap hari.

> “Bunga gugur, rindu tinggal,
Kerajaan tenang, hatiku bimbang…”



Aku menyimpan air, menyimpan bunga, dan menyimpan rahasia-rahasia kecil dari istana.


---

⚔️ Ketika Angin Perang Datang

Suatu malam, aku mendengar langkah-langkah panik. Api terlihat dari kejauhan. Pelayan berlari, menyembunyikan pusaka, menutup pintu kayu. Suara pedang dan teriakan memenuhi langit.

Tiba-tiba—aku terlempar. Pecah. Separuh tubuhku hancur.
Duniaku gelap. Aku terkubur.
Bukan di lemari istana, tapi di dalam tanah yang dingin dan sepi.

> “Ratusan tahun aku diam.
Ditinggalkan. Dilupakan.”




---

🕳️ Dalam Perut Tanah

Aku tertimbun di bawah akar pisang. Hujan turun ratusan kali. Angin berganti. Kerajaan runtuh. Rumah-rumah baru dibangun. Tanah ini berubah jadi kebun, jadi jalan, jadi desa.

Tak ada yang tahu aku masih di sana.

Tapi aku mendengar semuanya…

> Suara bajak membelah tanah.
Tawa anak-anak bermain layangan.
Azan dari masjid kampung.
Dan suatu hari, suara logam—
“Kleteng!”




---

🔍 Ditemukan Kembali

Tangan kasar menggali.
“Tuan, ada potongan gerabah di sini!”
Lalu aku dibersihkan. Disorot cahaya. Diletakkan di kain putih.

> “Gerabah ini tampaknya dari masa Islam Awal, mungkin peninggalan Majapahit atau transisi ke Mataram.”
—kata arkeolog itu.



Namaku ditulis di kertas: Fragmen Gerabah, Situs Keputren, Pleret, 2023.

Aku… akhirnya bicara lagi.


---

🧒🏻 Dari Tanah ke Tangan Anak

Sekarang aku tinggal di lemari kaca. Anak-anak datang.
Wajah mereka penuh rasa ingin tahu.
Seorang anak menyentuh kaca dan berkata,

> “Kok pecah, ya?”
Temannya menjawab,
“Itu gerabah zaman dulu. Dibuat tangan, bukan pabrik. Tapi kuat loh. Bisa tahan ratusan tahun.”



Aku ingin menjawab,

> “Iya, aku kuat karena aku punya cerita. Dan cerita itu... untuk kalian.”




---

💡 Warisan yang Tak Ternilai

Aku tak terbuat dari emas. Bukan permata.
Tapi aku saksi: tentang kehidupan perempuan istana, tentang keindahan yang tak terlihat, tentang peperangan yang tiba-tiba, tentang masa yang bergulir diam-diam.

> “Budaya tidak selalu tinggal di singgasana.
Kadang, ia tidur di tanah.
Menunggu ditemukan… dan didengarkan.”




---

🏛️ Pelajaran untuk Anak-anak Pleret

Kita mungkin tak tinggal di istana. Tapi kita bisa menghormati yang pernah hidup di sini.
Kita bisa menjaga warisan, sekecil apapun.

> Jangan biarkan gerabah tua seperti aku diam selamanya.
Dengarkan. Pelajari. Ceritakan kembali.




---

📚 Refleksi untuk Siswa

1. Bagaimana menurutmu, apakah benda seperti gerabah bisa menyimpan sejarah?


2. Mengapa penting merawat benda-benda tua seperti yang ditemukan di situs Keputren?


3. Jika kamu bisa bicara dengan gerabah ini, kamu ingin bertanya apa?

0 komentar:

Posting Komentar